bidang study : sejarah
guru : bu dewi
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN ISLAM SAMUDERA PASAI

Sejak abad ke-9 sampai ke-11 M
berita-berita pelayaran dan geografi Arab juga telah menambah sumber-sumber
sejarah. Berita-berita itu, antara lain dari Ibn Khurdazbih (850),Ya’qubi
(875-880), Ibnu Faqih (902), Ibnu Rusteh (903), Ishaq Ibn Iman (lk.907), Muhammad
Ibnu Zakariyya al-Razi, Abu Zaid dari sirat (lk. 916), Abu Dulaf (lk.940),
Mas’udi (943), dan Buzurg Ibn Syahriyar (awal abad
ke-10). (Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:22). Hal ini membuktikan bahwa
islamisasi telah ada sebelum kerajaan Samudra Pasai didirikan. Oleh karena itu,
sejak abad ke-7 dan ke-8 sampai abad ke-11 M di daerah pesisir selat Malaka dan
juga di Cina Selatan tumbuh komunitas-komunitas muslim akibat islamisasi.
Proses Pembentukan awal Kerajaan Samudera
Pasai
Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar
abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir.
Pada tahun 1238 M, ia mendapat tugas merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat yang
dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin
al-Kamil juga mendirikan satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian
utara. Tujuan utamanya adalah untuk dapat menguasai hasil perdagangan
rempah-rempah dan lada. Beliau kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja
Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 – 1297).
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum
dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn
Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun
1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun
1521. Makam Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko,
mencatat hal yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan
di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi.
Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah
Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur. Perdagangan di
daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin
takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang sangat
indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.
Namun Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai,
menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu, setelah sebelumnya ia
menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser. Marah Silu ini
sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian
setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H
atau 1297 M. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai
dan Samudera telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun
dalam catatan Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali.
Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang
ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat
nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).
Pada pemerintahan Sultan Malik Al Saleh
masih belum terlihat tanda-tanda kejayaan yang signifikan, namun pada
pemerintahannya setidaknya kerajaan Samudra pasai merupakan kerajaan yang besar
dari wilayah Aceh sendiri. letak kerajaan Samudra Pasai kurang lebih
15 Km disebelah timur Lhoukseumawe, Nangroe Aceh. Diapit oleh sungai besar
yaitu sungai Peusungan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai
adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan
tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah. Letaknya yang sangat strategis membuat
Samudra pasai menjadi kerajaan yang besar dan berkembang pesat pada zaman itu.
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh
kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari
perkawinannya dengan Ganggang Sari putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan
di Pasai, seiring dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan
perdagangan sekaligus tempat pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar
tahun 1326 ia meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik
az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia
dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri
Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan penduduknya
menganut Mazhab Syafi'i.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu
Battutah menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh,
pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia
telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa.
Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia
langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan
Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik az-Zahir, datang serangan dari
Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan Pasai terpaksa
melarikan diri dari ibukota kerajaan.
Pada awal abad ke-16 mungkin masa
memuncaknya kerajaan Samudra Pasai sebagaimana diberitakan oleh Tome Pires
(1512-1515) tengah mengalami berbagai kemajuan dibidang politik pemerintahan,
di bidang keagamaan, terutama di bidang pertanian dan perdagangan.
(Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:23), adapun Pasai yang selalu menjalin
hubungan persahabatan dengan kerajaan lain, seperti Malaka yang saat itu Malaka
menjadi pusat perdagangan Dunia, yang diikuti pula pernikahan antara raja-raja
malaka dengan para putri Pasai (Gade Ismail, M.1997:28).
Tome Pires menceritakan tentang hubungan
antara Pasai dan Malaka,terutama pada masa pemerintahan Saquem Darxa yang dapat
disamakan dengan nama sultan Iskandar Syah raja kedua Malaka.
(Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:23).
Kemajuan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai
Pada Masa Kejayaannya Sekitar Awal Abad ke 16 antara lain:
1. Perdagangan
Yang merupakan perdagangan internasional,
Pasai mempunyai Bandar-bandar yang dapat menjadi persinggahan para pedagang
asing dan mereka juga membayar uang pajak untuk Pasai
2. Pelayaran
Sebagai kerajaan maritime, pastinya Pasai
mempunya keunggulan dalam bidang pelayaran dan nelayan. Maka dari itu
masyarakat Pasai, mayoritas ialah nelayan.
3. Perekonomian
Merupakan salah satu kemajuan Pasai dalm
meraih kejayaannya, dan perekonomian Pasai telah terbantu dengan adanya
perdagangan dan pelayaran, serta pajak dagang yang dikenakan bagi pedagang,
4. Hubungan internasional dan politik
Merupakan keterkaitan, yakni terjadi pula
politik pernikahan, yang dilakukan oleh sultannya.
Relasi dan Persaingan
Kesultanan Pasai kembali bangkit dibawah
pimpinan Sultan Zainal-Abidin Malik az-Zahir tahun 1383, dan memerintah sampai
tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan nama
Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya
pemerintahan Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.
Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208
kapal mengunjungi Pasai berturut turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412.
Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya
seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur,
serta jika terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara
dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide.
Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri)
yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam kunjungan
tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina,
Lonceng Cakra Donya.
Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim
saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun wafat di Beijing. Kaisar
Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai untuk menyampaikan
berita tersebut.
Pemerintahan
Lonceng Cakra Donya
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya
antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai),
Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya sekitar dua minggu
di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari
batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid,
dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan
menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah
mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat
bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat
istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak sultan baik lelaki
maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan.
Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga
bergelar sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai,
kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di
Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah
menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan
Pedir) disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga
disebutkan memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini
menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.
Perekonomian
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad
16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka
dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai
menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu
komoditas ekspor utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor
lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain
seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman.
Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang
maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah
satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang
Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.
Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera
Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan
lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati
lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan Kesultanan Pasai
mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini
disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram,
diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat Pasai umumnya telah
menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah
untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya memiliki tinggi rata-rata
2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari
bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di
atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.
Agama dan Budaya
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai
diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi
(berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk agama Islam, walau
pengaruh Hindu dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma
Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya
masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada
upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan
penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya
pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam
Sulalatus Salatin.
Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan
Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan
perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan
kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang
sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah
Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
No comments:
Post a Comment